Rabu, 13 Agustus 2014

JAMINAN REZEKI ALLAH SWT BAGI SEMUA MAKHLUK


JAMINAN REZEKI ALLAH SWT BAGI SEMUA MAKHLUK
Kita sering mendengar ungkapan bahwa jodoh, rezeki dan umur adalah misteri Ilahi. Sebuah ungkapan yang memang benar adanya. Soal umur tak ada orang yang tahu kapan ajal akan menjemput. Yang kita tahu adalah bahwa semua dari kita akan saling menyusul. Siapa yang duluan an kapan dijemput Malaikat Maut tak ada yang mampu mengetahuinya.
Demikian juga jodoh, tak seorang pun yang tahu pasti. Ada yang awalnya saling membenci ternyata berjodoh dan menikah hingga tua. Kadang ada orang yang sudah bertunangan tapi menikah dengan orang lain. Ada yang sangat yakin berjodoh dengan sesorang ternyata menikah dengan orang lain. Atau bahkan sudah menyebar undangan pernikahan kok malah batal. Semua itu adalah hak prerogratif  Allah. Hanya Dia lah yang mengetahuinya.
Apalagi tentang rezeki. Semua sudah dituliskan dalam kitab lauhil maahfuuzh. Ketentuan yang sudah ada bahkan saat makhluk hidup masih belum terlahir, yang sangat terjaga kerahasiaannya. Sebuah brankas yang tak mungkin dicuri oleh manusia, jin dan iblis. File besar tentang kehidupan makhluk di alam semesta. Semua itu hanya diketahui oleh Allah SWT.
Rezeki tiap makhluk sudah ditentukan. Bahkan binatang kecil pun mendapat jatah rezeki dari Allah. Coba bayangkan seekor cicak yang hidup di dinding rezekinya adalah binatang yang bersayap. Kalau kita menjadi cicak, dengan logika sebagai makhluk yang berakal, tentu kita akan protes kepada Tuhan.
Kita akan mengatakan bahwa Tuhan tidak berbuat adil. Mengapa tubuh yang menempel di dinding kok harus memangsa hewan-hewan bersayap? Bagaiamana kita akan bisa memburu dan melompat untuk menubruk mangsa? Bukankah kalau kita melompat dari dinding kita akan terjatuh? Bukankah kita akan teringat guyonan bahwa cicak jatuh karena dia bertepuk tangan? Bukankah ini bentuk ketidakadilan?
Ternyata alam bergulir dengan sangat terperinci. Ternyata tidak ada protes dari cicak. Ternyata cicak menjalani kehidupannya dengan qona’ah. Menerima dengan penuh rasa syukur. Dia merayap di dinding dan sesekali berhenti untuk mengawasi sekelilingnya. Saat mangsanya datang dia segera menjemput dengan lidahnya yang panjang dan lengket sehingga dia mendapatkan makanannya. Sebuah sistem pertahanan hidup yang sempurna bagi seekor ciciak.
Demikian juga pada laba-laba dan undur-undur.  Binatang yang mengandalkan rumah sebagai jebakan bagi mangsanya. Seekor laba-laba tiada lelah memeriksa rumahnya. Jika ada yang sobek atau rusak, ia segera memperbaikinya. Demikian juga pada undur-undur dia hanya membuat cerukan lubang sebagai sarang dan perangkap bagi hewan lain yang sudah dikodratkan sebagai santapannya.
Hewan-hewan tersebut hanya menanti datangnya mangsa yang masuk ke dalam sarang. Tapi Tuhan tak pernah membiarkan makhluknya tanpa memberi rezeki.  Marilah kita perhatikan contoh kecil yang saya sajikan tersebut sebagai i’tibar.  Bukankah ini bentuk pelajaran bagi kita yang beriman dan berakal?
Tuhan mencipta makhluk dengan segala perhitungan yang tak pernah meleset. Sebuah presisi yang tak dapat ditiru oleh makhluk-Nya. Dia yang memerintahkan maka Dia pula yang memampukannya. Dalam penciptaan makhluk sudah diperhitungkan juga rezeki yang harus dicukupkan untuknya.
Sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an Surat Huud ayat 6, “Dan tidak ada satu  binatang melata (makhluk Allah yang bernyawa) pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. Dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam kitab yang nyata (lauhil maahfuuzh)”
Bagi kita, manusia, makhluk yang diciptakan paling sempurna, maka sudah seharusnya kita lebih bersyukur. Kita harus yakin bahwa kita tidak perlu khawatir bahwa kita akan menjadi miskin dan tidak mempunyai rezeki. Semua anak manusia pasti mendapat rezekinya masing-masing. Jadi tidak perlu kita merasa takut menjadi miskin.
Seperti ungkapan bahwa bayi yang masih  berada dalam kandungan atau baru lahir sering dianggap pembawa rezeki. Saat isteri belum mengandung kita begitu susah mendapatkan penghasilan, eeh... begitu hamil  empat bulan banyak order datang, mendapat hadiah dari perusahaan, atau dengan mudahnya kita mendapatkan uang tambahan.  Ini rezeki si jabang bayi, begitu katanya.
Sebagaimana sudah dikemukakan di depan bahwa rezeki tiap anak manusia sudah tercatat dan ditentukan, maka saatnya sekarang kita mengambil atau meminjam istilah Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) menjemput rezeki.  Nah, persoalannya adalah adakah niat dan kemampuan kita menjemput rezeki yang sudah tercatat
Untuk  mencapai kesejahteraan hidup kita harus bekerja dan berusaha. Namun, itu semua masih belum cukup. Masih ada faktor X yang juga ternyata banyak memengaruhi keberhasilan seseorang untuk mencapai tujuan. Faktor X tersebut adalah nilai-nilai Ilahiah. Sebuah konsep pendekatan ruhiah terhadap setiap persoalan.  Faktor X tersebut adalah ketakwaan dan tawakal.
Seorang muslim sejati tentu akan mendasarkan perjuangan dalam mencapai tujuan hidup dengan jalan bertakwa dan bertawakal.
“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan menckupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Aallah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya.Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS 65 :2-3)
Sinyalmen yang sangat jelas, bahwa kita harus bertakwa dan bertawakal. Siapa orang yang bertakwa maka akan selalu diseddiakan jalan keluar dari setiap persoalan. Demikian juga dalam hal rezeki, dia menjamin akan datangnya rezeki bahkan dari jalan yang tak pernah disangka-sangka. Pas beras habis ndilalah ada saudara mengirim nasi. Pas mau bayaran untuk anak sekolah, pas order dibayar. Semua keperluan dipenuhi oleh Allah. Dan kita sering menjumpai hal lain yang jauh lebih besar dari apa yang saya sampaikan.
Demikian juga orang yang bertawakal akan mencukupkan semua keperluannya. Semua ini terjadi atas izin Allah.  Saat mau kangen cucu, tiba-tiba mereka datang bersama keluarga. Ketika  butuh uang untuk membayar rekening listrik, gilirandapat arisan. Betapa semua terjadi serba pas. Anda pun pasti pernah mengalaminya.  Ini semua tentu karena kehendak Tuhan.
Seorang  anak manusia perlu mendekatkan diri kepada Sang Khalik.  Bahkan dalam Al Qur’an Surat Adz Dzariaat ayat 56 - 58 dinyatakan bahwa tidaklah Tuhan menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah. Tuhan juga tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari makhluknya. Tuhan tidak minta diberi makan. Karena sesungguhnya Allah, Dia Maha Pemberi rezeki, yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.
Pada kutipan ayat tersebut kita bisa mengambil beberapa pelajaran. Tujuan hidup kita adalah untuk menyembah Allah SWT, menyembah Allah SWT dan menyembah Allah SWT . Tidak ada hal lain. Tidak ada hal lain yang Dia minta. Dia tidak minta kita memberi makan. Ia juga tak meminta harta dan rezeki. Justru kitalah yang meminta rezeki kepada-Nya. Karena Dia yang memenuhi segala kebutuhan kita, karena Allah adalah sumber dari segala sumber rezeki.

Sabtu, 02 Agustus 2014

TIGA GOLONGAN DI HARI PEMBALASAN


                   TIGA GOLONGAN DI HARI PEMBALASAN
Kehidupan manusia di dunia ini dibatasi oleh kelahiran dan kematian. Seorang anak manusia memulai kehidupannya sejak dilahirkan atau bahkan sejak ditiupkan roh atasnya ketika dalam kandungan. Setelah terlahir maka dia menjalani kehidupan sebagai bayi dan anak-anak. Kemudian  menjadi remaja dan lalu berubah menuju dewasa dan orang tua. Lembar kehidupan di dunianya diakhiri dengan kematian.
Dalam pemahaman keimanan, kematian bukanlah akhir dari kehidupan.  Dalam  berbagai kitab suci dijelaskan bahwa saat manusia mati jiwanya tidak dapat merasakan apapun, tidak mendengar, tidak melihat, tidak bisa membantu dengan minta kepada kuburannya ataupun menggaggu yang masih hidup. Justru sudah sepatutnya keluarga yang ditinggalkan mendoakan almarhum atau almarhumah.
Kematian dapat diterjemahkan sebagai adalah proses “istirahat” hingga dibangunkan kembali untuk dimintai pertangungjawaban atas segala amal perbuatannya di pengadilan Allah SWT.  Setelah ada keputusan final dan inkrah, maka dia bisa menempati posisinya masing masing, apakah menjadi golongan kanan, golongan kiri atau golongan paling dahulu beriman sebagaimana diisyaratkan dalam Al Qur’an Surat Al Waqi’ah.
Golongan pertama adalah kaum   Assabiqun (paling dahulu beriman) yaitu kaum yang paling pertama-tama masuk surga. Mereka adalah golongan orang-orang yang didekatkan kepada Alloh  SWT. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang terdahulu dan sebagian kecil adalah para pengikut Nabi Muhammad SAW. Harapannya kita bisa masuk kedalam kaum yang sebagian kecil tersebut. Allohuma Aamiin.
Mereka berada dalam surga kenikmatan yang ditempatkan di singgasana yang bertahtakan emas  dan permata. Di tempat yang membahagiakan ini mereka disediakan  Mereka dilayani oeh kelilingan anak-anak muda yang tak kan pernah menua. Mereka membawa piala, sloki dan ceret yang berisi  minuman yang tak membuat pusing atau memabukkan. Berbagai jenis makanan tersedia, baik buah-buahan maupun daging.  
Mereka  juga juga dilayani oleh para bidadari yang jelita. Dalam kehidupan abadi mereka, tidak dijumpai atau terdengar kata-kata keji, tak bermakna atau kalimat yang membuat dosa. Yang terdengar adalah ucapan salam. Lebih banyak dilafalkan kalimat yang saling mendoakan atas keselamatan  bersama. Tentu saja ini adalah bentuk balasan atas segala amal kebaikan manusia saat masih hidup di dunia. Mereka hidup kekal dengan bahagia di surga.  Masya Alloh.
Golongan kedua adalah golongan kanan (Ashabul Maimanah). Mereka yang termasuk golongan ini sebagian besar para pendahulu dan sebagian besar kaum Nabi Muhammad SAW.  Golongan kanan digambarkan sebagai golongan umat yang sangat mulia. Mereka juga dilukiskan sebagai golongan yang berbahagia.
Kaum yang masuk dalam golongan kanan berada dalam naungan yang teduh, diantara pohon-pohon bidara dan pohon pisang yang bersusun-susun. Terdapat air yang berlimpah, tempat tidur dari kasur yang empuk dan dilayani oleh bidadari atau bidadara yang belia seusia penduduk golongan kanan.
Di tempat golongan kedua ini tersedia berbagai buah yang tak mengenal musim, dan semua tinggal mengambil tanpa ada larangan. Berbeda saat masih berada di dunia, mau pesandurian di musim rambutan tentu akan sangat sulit. Atau mencari buah mangga untuk isteri yang sedang ngidam, sementara sat itu bukanlah musim mangga. Sesuatu yang sangat berat  khan?  Bahkan terlihat mustahil. Sedangkan di surga, semua tersedia dengan sangat mudah untuk memetik dari dekat.   
Semoga kalaupun tidak masuk pada golongan Assabiqun (terdahulu beriman), mari berdoa semoga insha Alloh kita bisa masuk dalam golongan Ashabul Maimanah (golongan kanan).  Aamiin ya rabbil alamin.
Golongan ketiga adalah golongan kiri (ashabul masy’amah). Golongan ini merupakan kaum yang berada dalam siksaan. Mereka di naungi oleh awan hitam pekat yang tidak menyisakan tempat nyaman, sejuk  ataupu n menyenangkan.  Mereka berada dalam hembusan angin yang panas dan air mendidih. Pengap, kering dan sangat menyiksa. Bayangkan saat panas sebelum hujan saja kita sudah banyak mengeluh dengan bringsang, sumuk atau haredang, apalagi konon di neraka.
Mereka diberi hidangan pohon zaqqum (pohon neraka) yang akan memenuhi perut mereka. Lalu mereka akan meminum air mendidih sebagaimana unta yang kehausan. Semua itu merupakan balasan atas segala tindakan kaum kiri saat masih hidup di dunia. Mereka hidup bermewah-mewah tanpa melihat halal haram harta mereka. Mereka tak lagi peduli pada asal harta dan cara perolehan, serta cara penggunaannya. Bahkan bagi merka berpendapat, jangankan mencari harta yang halal, yang haram saja sangat sulit.
Jadi mereka tidak lagi melihat tuntunan dan etika berikhitiar menemput rezeki.  Tak peduli apakah dengan korupsi, menipu atau mengurangi takaran dan timbangan. Yang penting mendapat harta yang banyak dan berpuas-puas. Mereka berpendapat hidup  ini cuma satu kali mengapa harus mau ditindas oleh ajaran agama yang membelenggu kebebasan.
Golongan kiri dalam kehidupan dunia terus menerus melakukan  dosa-dosa besar dan tak pernah bertaubat. Mungkin mereka percaya dan mengakui adanya Alloh, namun mereka masih percaya pada kekuatan lain menyekutukan Alloh. Dosa syirik ini merupakan dosa yang sangat besar, bahkan satu dosa yang tak akan diampuni kalau tidak bertaubat. Demikian juga dosa-dosa besar lain seperti durhaka kepada orang tua, membunuh tanpa hak dan lainnya. 
Mereka juga menyangkal kebenaran hakiki yang berasal di Alloh SWT. Mereka tidak percaya bahwa akan datang hari kebangkitan dan pembalasan. Mereka menggunakan logika yang tak akan memercayai bahwa tubuh, tulang daging dan kulit manusia yang telah menjadi debu akan dibangkitkan kembali. Ah, mana mungkin ada kuasa seperti itu! Begitu pikir mereka. Na’uudzubillah!
Gambaran dalam Al Qur’an bukanlah bualan yang meninabobokan.Kalam illahi yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai peringatan dan penuntun bagi seluruh umat manusia. Isinya menjelaskan  berbagai perihal kehidupan manusiai baik di dunia maupun akhirat. Keyakinan kita akan datanganya masa akhir dan hari pembalasan adalah nyata. Sudah saatnya kita menentukan kemana kita akan minta ditempatkan oleh Allah SWT.
Bisa dipastikan, setiap orang menginginkan kehidupan yang penuh kesenangan. Istilahnya, saat kecil disayang orang tua, muda bahagia, tua sejahtera dan setelah mati masuk surga. Sebuah impian yang memang didambakan setiap insan, termasuk kita. Semoga dambaan ini menjadi kenyataan. Kalaupun hal itu terjadi jangan pernah khawatir karena surga Allah SWT sungguh sangat luas. Semua makhluk bisa tertampung di surga-Nya. Insha Allah.
Kebahagiaan surgawi bisa juga kita mulai dari kehidupan di dunia ini. Kehidupan yang serba berkecukupan baik sandang, pangan maupun papan merupakan salah satu unsur bahagia. Kehidupan yang dijauhkan dari penyakit, dan bencana sudah menjadi rasa bahagia itu sendiri, Jika dalam hidup dipenuhi rasa saling menyayangi dan menghormati juga merupakan bentuk kebahagiaan.  Jadi bahagia di surga ternyata bisa dicicil dari saat kita masih hidup di dunia.
Untuk menggapai kebahagiaan abadi itu tentu kita harus mengupayakan dengan sungguh-sungguh. Karena tak ada kebahagiaan yang dicapai dengan berleha-leha, tanpa pengorbanan. Istilah dalam bahasa Jawanya jer basuki mawa bea, untuk mencapai kebahagiaan perlu pengorbanan. Maka marilah kita menggapai kebahagiaan dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena sesungguhnya Dia berada di dekat kita, bahkan lebih dekat dari urat nadi kita sendiri. Dan Allah mengabulkan setiap permohonan makhluk. Tentu agar kita mendapat kebahgiaan yang kita dambakan.